Deputi Gubernur Senior BI Destry Damayanti mengungkapkan data itu diperoleh dari 80 persen dokumen eksportir yang diterima BI. DHE ini juga mencakup 90 persen dari total perusahaan.
"Pada Oktober 2019, kepatuhan lebih tinggi," ucap Destry, Jumat (27/12).
Hanya saja, DHE yang dikonversi ke rupiah kurang dari 20 persen dari total DHE. Sementara, sisanya masih dalam bentuk mata uang dolar Amerika Serikat (AS).
"Relatif masih sedikit dan kami memahami sesuai dengan kebutuhan eksportir yang masih membutuhkan dolar AS untuk biaya kebutuhan impornya," kata Destry.Kendati demikian, Destry menyatakan devisa yang masuk ke dalam negeri akan menambah persediaan dolar AS. Hal itu otomatis membantu menstabilkan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.
"Tapi bagusnya dana ada di bank domestik, sehingga menambah suplai dolar AS di domestik dan menyokong stabilitas kurs rupiah," jelasnya.
Mengutip RTI Infokom, rupiah bergerak menguat pada Jumat (27/12) sore. Mata uang Garuda itu naik 0,04 persen atau 5 poin ke level Rp13.950 per dolar AS.
Sementara itu, BI dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan akan mengimplementasikan Sistem informasi Monitoring Devisa Terintegrasi Seketika (Simodis) pada 1 Januari 2020 mendatang.Hal ini dilakukan untuk meningkatkan kepatuhan pengusaha untuk melakukan pelaporan terkait devisa yang masuk ke dalam negeri.
"Dengan integrasi sistem pelaporan data dan informasi terkait devisa, kami akan mendapatkan data terkait dokumen kepabeanan dan cukai, dan juga terkait arus uang," ujar Destry.
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Jenderal Bea dan Cukai Heru Pambudi mengatakan bakal ada insentif bagi pengusaha yang patuh, termasuk sanksi bagi yang bandel. Makanya, ia mengimbau agar semua pengusaha mengikuti aturan yang berlaku.
[Gambas:Video CNN]
"Prinsipnya kami berikan insentif fiskal, salah satunya dengan berdasarkan tingkat kepatuhan Simodis, sebaliknya ada sanksi administrasi untuk pengusaha yang tidak patuh," ucap Heru.
Salah satu insentif bagi eksportir yang patuh, yakni Kemudahan Impor Tujuan Ekspor (KITE), Kawasan Berikat (KB), dan Authorized Economic Operator (AEO). Selain itu, kepatuhan pengusaha juga bisa dijadikan pertimbangan dalam proses layanan restitusi pajak.
Sementara, sanksi yang diberikan bisa berupa administrasi, penundaan pelayanan, hingga pemblokiran. Kemudian, hasil rekonsiliasi pengusaha yang tidak patuh bisa dijadikan salah satu indikator dalam pengawasan melalui skema joint program antara DJBC dengan Direktorat Jenderal Pajak (DJP).
(aud/bir)
from CNN Indonesia https://ift.tt/2Q1C8NG
via IFTTT
Bagikan Berita Ini
0 Response to "BI Catat Devisa Hasil Ekspor Oktober 2019 US$12 Miliar"
Post a Comment