
Direktur Utama PT Garuda Berjangka Ibrahim mengatakan penguatan rupiah masih ditopang situasi dalam negeri yang kian kondusif pasca kerusuhan 21 dan 22
Mei silam. Investor terlihat masih memborong rupiah sejak kemarin, sehingga isu perang dagang antara AS dan China tidak lagi berpengaruh terhadap keputusan investasi.
"Berakhirnya gelombang demonstrasi yang ricuh kemarin memberikan kepercayaan kepada pasar untuk memborong rupiah sehingga bisa memberikan angin segar," katanya kepada CNNIndonesia.com, Jumat (24/5)
Padahal, kini perang dagang antara AS dan China kian memanas setelah AS berencana mengenakan bea masuk baru untuk impor produk China senilai US$300 miliar yang rencananya berlaku sebulan lagi. Namun, bisa jadi serangan ini hanya sekadar ancaman belaka.Tenaga rupiah juga makin kuat, setelah indeks dolar AS melemah terhadap mata uang lainnya. Ini terjadi setelah imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS bertenor panjang terjun seiring kekhawatiran investor akan perang dagang yang berujung pelemahan ekonomi global.
Tercatat, obligasi pemerintah AS dengan tenor 10 tahun dan 30 tahun jatuh ke titik terendah masing-masing dalam 19 dan 17 bulan terakhir.
Kemudian, data ekonomi AS yang dirilis kemarin pun terbilang mengecewakan.Penjualan rumah baru AS pada April turun 0,4 persen secara bulanan ke angka 5,19 juta unit, atau turun 4,4 persen jika dibanding secara tahunan. Kemudian, indeks manufaktur AS juga terjun ke angka 50,6 pada Mei dari posisi 52,6 pada April lalu.
"Sehingga pada hari ini, rupiah akan ditransaksikan di level Rp14.440 hingga Rp14.520 per dolar AS," tutur Ibrahim. (glh/agt)from CNN Indonesia http://bit.ly/2HzdXBV
via IFTTT
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Menguat ke Rp14.440 per Dolar AS, Rupiah Terkuat di Asia"
Post a Comment