Anggota Tim Pengaduan YLKI Rio Priambodo mengatakan masalah tersebut bisa dilihat dari jumlah pengaduan konsumen pinjaman online yang masuk ke YLKI. Data yang dimilikinya, dari data aduan yang masuk, 39,5 persen di antaranya melaporkan keluhan soal cara penagihan.
"Memang waktu kami survei, banyak konsumen yang mengeluhkan masalah tata cara penagihan tidak sesuai dengan prosedur," kata Rio di Kantor YLKI, Jakarta, Selasa (14/1).
Rio mengatakan mayoritas penyedia layanan jasa pinjaman online melakukan penagihan yang melanggar aturan. Salah satunya, menggunakan pihak ketiga sebagai penagih utang konsumen yang langsung menyita ataupun mengambil. "Jadi kebanyakan dari mereka (bisnis pinjaman online) menggunakan pihak ketiga untuk menagih, dan langsung mengambil aset ataupun menyita item konsumen yang berutang," ungkapnya.
Padahal, kebanyakan dari kasus yang diterima, penagihan tersebut menimpa kepada kerabat ataupun penanggung jawab dari konsumen yang berutang. Diketahui, Rio mengaku kebanyakan kasus tersebut adalah akibat dari kesalahan konsumen, dan juga kelalaian pinjaman online dalam mendeteksi nama penanggung jawab yang dituliskan dalam perjanjian tersebut.
Menurut Rio, letak permasalahan tersebut terdapat pada tingkat literasi konsumen yang masih rendah dalam membaca ketentuan pinjaman online.
"Tata cara penagihan yang benar sendiri, adalah dengan menginformasikan ketentuan pinjaman dengan konsumen secara jelas, dan memiliki data lengkap atas konsumen yang terdaftar, serta penanggungnya. Kebanyakan Fintech yang belum (terdaftar OJK) ini tidak menggunakan itu. Sayangnya konsumen juga memiliki tingkat literasi yang kurang saat mendaftarkan diri," imbuhnya.
[Gambas:Video CNN]
YLKI sendiri telah merilis jumlah pengaduan konsumen yang masuk selama tahun 2019 dengan jumlah total sebesar 1.871 pengaduan. Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi memaparkan bahwa terdapat dua kategori dari jumlah aduan.
Pertama, pengaduan kategori individual sebanyak 563 kasus. Kedua, pengaduan kategori kelompok atau kolektif sebanyak 1.308 kasus.
Dari total kasus, masalah mengenai pinjaman online memiliki porsi besar, dengan jumlah pengaduan sebanyak 96 kasus.
"Jika dielaborasi dalam 10 besar pengaduan konsumen, berikut ini urutan pengaduan konsumen per komoditas, yakni; perbankan 106 kasus, pinjaman online 96 kasus, perumahan 81 kasus, belanja online 34 kasus, leasing 32 kasus, transportasi 26 kasus, kelistrikan 24 kasus, telekomunikasi 23 kasus, asuransi 21 kasus, dan pelayanan publik 15 kasus," ungkap Tulus.
Dengan demikian, lanjut Tulus, maka dapat disimpulkan bahwa pengaduan konsumen produk jasa finansial memiliki nilai sangat dominan, yakni sebesar 46,9 persen dengan lima komoditas, yaitu bank, uang elektronik, asuransi, leasing, dan pinjaman online."Menarik dicermati adalah pengaduan produk jasa keuangan, yang sejak 2012 menduduki rating yang sangat dominan dalam pengaduan di YLKI, selalu pada rating pertama," tutur Tulus.
Mengenai permasalahan pinjaman online sendiri, YLKI mencatat pengaduan mengenai cara penagihan sebesar 39,5 persen, lalu pengalihan kontak dan permohonan reschedule 14,5 persen, suku bunga 13,5 persen, administrasi 11,4 persen dan penagihan oleh pihak ketiga 6,2 persen.
(ara/agt)from CNN Indonesia https://ift.tt/2TmvHag
via IFTTT
Bagikan Berita Ini
0 Response to "YLKI Sebut Pinjaman Online Menagih Pinjaman di Luar Aturan"
Post a Comment