Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan Agus Susanto menyatakan rata-rata pembayaran klaim setiap tahun memang naik sekitar 20 persen. Namun, tahun ini persentasenya diprediksi membengkak.
"Rata-rata kenaikan 20 persen setiap tahun. (Tahun ini) lebih besar dari itu (20 persen)," ucap Agus, Selasa (14/1).
Namun, ia belum bisa memproyeksi secara spesifik berapa kenaikan pembayaran klaim yang akan terjadi sepanjang 2020. Hal yang pasti, persentase kenaikannya tak sampai 50 persen.
"Oh tidak sampai itu (tidak sampai 50 persen). Saya harus cek lagi," tutur dia.
Meski berpotensi naik lebih dari 20 persen, tetapi Agus memastikan keuangan BPJS Ketenagakerjaan cukup kuat untuk membayar klaim tersebut. Ia mengaku sudah menyerahkan perhitungan tersebut kepada tim aktuaria dari internal dan eksternal.
"Kami sudah memperhitungkan dengan tim aktuaria dan kami sudah mengantisipasi ini terhadap tingkat kesehatan keuangan," jelas Agus.
Berdasarkan catatan BPJS Ketenagakerjaan, total pembayaran klaim hingga November 2019 sebesar Rp26,7 triliun. Angka itu terdiri dari pembayaran klaim dari program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) sebesar Rp1,4 trililun, Jaminan Kematian (JKM) Rp790 miliar, Jaminan Hari Tua (JHT) Rp24,4 triliun, dan Jaminan Pensiun Rp105,7 miliar.
[Gambas:Video CNN]
Diketahui, penambahan nilai manfaat BPJS Ketenagakerjaan tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2019 tentang perubahan atas PP 44 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Program JKK dan JKm.
Rinciannya, dalam perawatan pengobatan di JKK ada dua perluasan manfaat, yakni homecare dan pemeriksaan diagnostik. Biaya homecare mencapai maksimal Rp20 juta.
Perawatan homecare diberikan kepada peserta yang tidak memungkinkan melanjutkan pengobatan ke rumah sakit. Sementara, pemeriksaan diagnostik bertujuan untuk pemeriksaan dalam rangka penyesuaian kasus penyakit akibat kerja.
Ini dilakukan untuk memastikan pengobatan dilakukan hingga tuntas. Selain itu, biaya transportasi untuk mengangkut pasien yang mengalami kecelakaan juga naik dari Rp1 juta menjadi maksimal Rp5 juta.
Selanjutnya, penambahan manfaat dari JKK juga dilakukan dari sisi pemberian santunan tidak mampu bekerja yang berupa penggantian upah sebesar 100 persen menjadi 12 bulan dari sebelumnya enam bulan. BPJS Ketenagakerjaan juga akan memberikan santunan seterusnya sebesar 50 persen hingga sembuh.
Sementara, biaya pemakaman akibat kecelakaan kerja naik dari Rp3 juta menjadi Rp10 juta. Lalu, santunan berkala meninggal dunia meningkat dari Rp6 juta menjadi Rp12 juta untuk 24 bulan.
Lalu, biaya pemakaman dari program JKm juga naik dari Rp3 juta menjadi Rp10 juta. Dengan demikian, total santunan JKm menjadi Rp42 juta dari sebelumnya Rp24 juta.
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan Ilyas Lubis mengatakan masih ada sejumlah perusahaan, khususnya Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) yang belum mendaftarkan karyawannya ke BPJS Ketenagakerjaan.
"Posisinya saat ini perusahaan berskala besar hampir 90 persen sudah ikut, jadi tinggal menyasar mikro kecil. Inilah yang belum banyak ikut," terang dia.
Ia tak menyebut pasti jumlahnya berapa. Hal yang pasti UMKM ini berada di seluruh wilayah di Indonesia.
Sementara, Ilyas menyebut total pemberi kerja yang mendaftarkan karyawannya ke BPJS Ketenagakerjaan sebanyak 650 ribu. Dari situ, ada 54,5 juta pekerja yang terdaftar menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan.
Pada 2020, tambah dia, BPJS Ketenagakerjaan menargetkan ada tambahan peserta baru sebanyak 23,5 juta. Namun, penambahan peserta biasanya dibarengi dengan keluarnya sejumlah peserta dari BPJS Ketenagakerjaan.
"Ini karena pola hubungan kerja kan ada yang kontrak habis, jadi keluar dulu (dari BPJS Ketenagakerjaan). Mereka ambil jaminan hari tuanya, keluar dulu. Nanti ada yang masuk lagi," pungkas llyas.
(aud/agt)
from CNN Indonesia https://ift.tt/35Sl8hM
via IFTTT
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Santunan Kematian Bertambah, BPJamsostek Proyeksi Klaim Naik"
Post a Comment