"Defisit (2019) ini jauh lebih kecil, hampir sepertiganya dibandingkan defisit 2018 yang mencapai US$8,69 miliar," ujar Kepala BPS Suhariyanto dalam konferensi pers, Rabu (15/1)
Defisit terjadi karena nilai ekspor lebih kecil dibandingkan impornya. Ekspor masih tumbuh 6,94 persen dibandingkan dari tahun lalu menjadi US$167,53 miliar. Sementara impor nilainya mencapai US$170,2 miliar meski merosot merosot 9,53 persen (yoy).
Sumbangan ekspor tertinggi berasal dari bahan bakar mineral mencapai US$22,22 miliar atau 14,35 persen dari porsi ekspor keseluruhan dan lemak minyak hewan nabati US$17,61 miliar atau setara 11,37 persen. Berdasarkan negaranya, ekspor nonmigas tertinggi Indonesia ditujukan ke China mencapai US$25,85 miliar, AS US$17,68 miliar, dan Jepang US$13,75 miliar.
Dari sisi impor, bahan baku/penolong menjadi komponen impor paling besar mencapai US$125,9 miliar. Kemudian, barang modal mengekor US$28,41 miliar, dan barang konsumsi US$16,41 miliar.
Impor tertinggi sepanjang tahun lalu berasal dari China US$44,58 miliar, Jepang US$15,59 miliar, dan Thailand US$9,41 miliar.
Khusus Desember 2019, BPS mencatat kinerja perdagangan mencatatkan defisit sebesar US$28,2 juta. Tercatat, ekspor naik 3,77 persen menjadi US$14,47 miliar dibandingkan bulan sebelumnya.
"Kenaikan ekspor dari November dan Desember 2019 terjadi karena kenaikan ekspor migas sebesar 12,09 persen dan non migas 3,10 persen," jelasnya.Kenaikan ekspor nonmigas disumbang oleh industri pertanian sebesar 10,24 persen menjadi US$370 juta. Hal ini karena ada penurunan ekspor untuk komoditas buah-buahan tahunan, hasil hutan kayu, tanaman obat aromatik, dan mutiara hasil budidaya.
Lalu, industri pengolahan naik 2,57 persen menjadi US$10,86 miliar. Penurunan ekspor industri ini terjadi pada komoditas minyak kelapa sawit, pakaian jadi, minyak kelapa dan kimia dasar organik.
Kemudian, ekspor industri pertambangan naik 4,71 persen persen menjadi US$2,08 miliar karena komoditas, seperti biji tembaga, aspal dan kerikil.
Berdasarkan negara tujuan, kenaikan ekspor terbesar terjadi ke Amerika Serikat US$192,1 juta, India US$95,1 juta, dan Malaysia US$81,4 juta. Sementara, penurunan ekspor terbesar terjadi ke Thailand US$111,7 juta, China US$101,2 juta, dan Singapura US$89,8 juta.Untuk impor Desember 2019, nilai impor turun 5,47 persen menjadi US$14,5 miliar. Hal ini terjadi karena ada penurunan impor migas sebesar 0,06 persen menjadi US$2,13 miliar dan impor nonmigas turun 6,35 persen menjadi US$12,37 miliar.
Ia merinci, penurunan impor terjadi pada kelompok barang bahan baku/penolong sebesar 6,83 persen secara bulanan menjadi US$10,4 miliar. Sementara, impor kelompok barang konsumsi merosot sekitar 1,32 persen menjadi US$1,65 miliar dan kelompok barang modal melandai 2,16 persen menjadi US$2, miliar.
"Communication system, generation system, dan telecommunication equipment merupakan barang modal yang menurun impornya," tandasnyanya.
Berdasarkan negara asal, penurunan impor terjadi dari Australia turun US$188 juta, Jepang minus US$148,3 juta, dan China US$123 juta. Sedangkan peningkatan impor datang dari Italia sebesar US$47,4 juta, Oman US$29,5 juta, dan Bulgaria US$28,8 juta.
[Gambas:Video CNN] (sfr)
from CNN Indonesia https://ift.tt/2FPsg3V
via IFTTT
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Neraca Dagang RI Defisit US$3,2 Miliar Sepanjang 2019"
Post a Comment