"Pada masa jabatan kedua (Jokowi), Kementerian Koordinator Kemaritiman bahkan diperluas menjadi Kemenko Kemaritiman dan Investasi. Urusan kemaritiman terbenam di tengah hiruk pikuk menggenjot investasi yang melahirkan gagasan omnibus law," terang Faisal melalui halaman blog-nya, dikutip Senin (27/1).
Hal itu sebetulnya sudah terlihat selama pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla (2014-2019), di mana moda transportasi udara dan darat berkembang lebih pesat ketimbang laut.
Peranan transportasi darat dalam perekonomian yang diukur dengan Produk Domestik Bruto (PDB) meningkat dari 2,14 persen pada 2014 menjadi 2,47 persen per September 2019.
Pada periode yang sama, transportasi udara meningkat lebih pesat lagi, yakni dari 1,03 persen menjadi 1,62 persen.Sebaliknya, peranan transportasi laut yang selama ini sangat rendah justru menurun dari 0,34 persen pada 2014 menjadi 0,32 persen pada 2019. Bahkan, sempat 0,30 pada 2018. Demikian pula halnya dengan transportasi sungai, danau, dan ferry yang turun dari 0,12 persen menjadi 0,11 persen.
"Memang, dalam segala hal kita kekurangan infrastruktur. Namun, perhatian terhadap angkutan laut dan angkutan berbasis air lainnya praktis tidak membuktikan pemerintah peduli dengan visi maritim yang didengung-dengungkan," jelas Faisal.
Ongkos logistik, ia menilai tetap mahal, pelayanan tol laut tidak menentu, sehingga integrasi perekonomian domestik tetap lemah.Ia mengungkap tidak kurang dari 81 persen barang ekspor dan impor RI diangkut oleh kapal asing. Pada 2018 lalu, sebanyak US$8,5 miliar terkuras untuk membayar kapal asing tersebut.
(bir/sfr)
from CNN Indonesia https://ift.tt/2TZZx4G
via IFTTT
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Faisal Basri Kritik Roh Maritim Jokowi Memudar"
Post a Comment