Search

Dirut Jiwasraya Ungkap Penyebab Jiwasraya Gagal Bayar

Jakarta, CNN Indonesia -- Direktur Utama PT Asuransi Jiwasraya (Persero) Hexana Tri Sasongko mengungkapkan jalan panjang penyehatan perusahaan yang dilakukan sejak 2006 hingga 2018 lalu. Ia mengakui upaya penyehatan itu belum maksimal, sehingga ekuitas perusahaan asuransi BUMN masih tercatat minus Rp10,24 triliun.

Ia merinci ekuitas pada 2006 lalu tercatat minus Rp3,29 triliun dan berlanjut pada 2008 hingga minus Rp6,3 triliun. Kemudian, pada 2009, perusahaan asuransi pelat merah ini mencatat ekuitas surplus Rp800 miliar.

Ekuitas surplus masih dirasakan Jiwasraya sebesar Rp1,75 triliun pada 2013. Lalu Rp2,4 triliun pada 2014, Rp3,4 triliun pada 2015, Rp5,4 triliun pada 2016, dan Rp5,6 triliun pada 2017.

Namun, ekuitas kembali negatif pada 2018 hingga menyentuh Rp10,24 triliun. "Dari 2006 sampai 2008, penyehatan keuangan sudah dengan fundamental, belum. Hanya 2009, reasuransi. Ekuitas bisa positif itu karena kami melakukan reasuransi, kewajiban jadi turun dari Rp10,7 triliun menjadi Rp4,7 triliun," jelas Hexana.

Kemudian, skema reasuransi dilanjutkan pada 2010 hingga 2012. Kemudian, perusahaan mengganti skenario dengan melakukan revaluasi aset pada 2013 karena ekuitas perusahaan pada 2012 kembali negatif sebesar Rp3,2 triliun.

"Ekuitas surplus Rp1,75 triliun pada 2013 dari semula ekuitas Rp1,75 triliun. Surplus karena revaluasi aset berupa tanah dan bangunan," terang dia.

Berdasarkan data Jiwasraya, manajemen berhasil merevaluasi aset yang semula hanya Rp208 miliar menjadi Rp6,3 triliun. Dalam hal ini, pengakuan aset yang diperkenankan atau admitted asset hanya 15 persen, tetapi perusahaan mendapatkan kebijakan khusus mencapai 100 persen.

"Tapi revaluasi aset tidak menghasilkan cash flow, liabilitas justru bertambah," imbuhnya.

Wallhasil, persoalan likuiditas perusahaan semakin buruk. Manajemen pun memutuskan merilis produk saving plan demi mendapatkan dana segar dari nasabah pada 2013 lalu.

Produk itu menawarkan imbal hasil yang digaransi (guaranteed return) sebesar 9-13 persen dengan periode pencairan per tahun. Imbal hasil yang ditawarkan lebih besar dari tingkat suku bunga deposito yang hanya 5,2-7 persen per tahun pada 2018, serta tingkat pertumbuhan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) 2018 yang minus 2,3 persen.

Sayangnya, penerbitan produk itu membuat keuangan Jiwasraya semakin memburuk. Hal ini karena perusahaan butuh ketersediaan likuiditas yang tak sedikit karena ada utang jatuh tempo setiap tahun.

"Risiko likuiditas semakin besar karena sebelumnya tidak ada liabilitas yang jatuh tempo setiap tahun. Mulai saat ada produk saving plan diperlukan likuiditas," kata Hexana.
[Gambas:Video CNN]
Tak ayal, Jiwasraya tercatat defisit sebesar Rp15,83 triliun pada tahun lalu. Selain itu, perusahaan juga memutuskan untuk menyetop pembayatan klaim jatuh tempo sejak Oktober 2018 sebesar Rp802 miliar.

Sementara, Hexana menyatakan Jiwasraya juga mendapatkan catatan dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), meskipun mencatatkan laba beberapa kali. Pada 2007 misalnya, perusahaan meraup keuntungan Rp34,39 miliar tetapi ada catatan dari BPK.

"Ini karena banyak pos-pos (keuangan) yang tidak bisa dijelaskan," tutur dia.

Kemudian, Jiwasraya juga tercatat mengantongi laba sebesar Rp16,17 miliar, tetapi dengan catatan opini wajar dengan pengecualian (WDP) dari BPK. Sementara, perusahaan juga pernah beberapa kali mendapat catatan wajar tanpa pengecualian (WTP) dari BPK, tapi Hexana menilai tak sepenuhnya positif.

"Lihat 2006 itu WTP, artinya laporan audit bersih. Tapi bersih seperti apa, bersih tapi negatif ekuitasnya. Opini audit itu kaitannya dengan tata kelola, padahal tidak apa rugi tapi diakui," jelas Hexana.


(aud/bir)

Let's block ads! (Why?)



from CNN Indonesia https://ift.tt/2rt4wyK
via IFTTT

Bagikan Berita Ini

0 Response to "Dirut Jiwasraya Ungkap Penyebab Jiwasraya Gagal Bayar"

Post a Comment

Powered by Blogger.