
Sebelumnya, pemerintah berencana menerapkan sanksi bagi penunggak iuran BPJS Kesehatan. Nantinya, penunggak iuran akan secara otomatis tak bisa mengakses pelayanan publik, seperti SIM, Paspor, dan layanan administratif lain. Aturan itu pun akan dituangkan dalam sebuah instruksi presiden (inpres).
"Kalau diterapkan sanksi apalagi cuma didasarkan inpres menurut Ombudsman mal-administrasi serius," kata Alamsyah dalam diskusi di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Minggu (13/10).
Dalam PP Nomor 86 Tahun 2013 Tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif Kepada Pemberi Kerja Selain Penyelenggara Negara dan Setiap Orang, Selain Pemberi Kerja, Pekerja, dan Penerima Bantuan Iuran dalam Penyelenggaraan Jaminan Sosial, sanksi dikenakan bagi pemberi kerja yang tidak mendaftarkan pekerjanya ke BPJS. Namun tidak ada sanksi untuk penunggak iuran.
Alamsyah memandang terminologi sanksi pada penunggak iuran tidak jelas secara regulasi. Dengan demikian, penerapan sanksi tidak dapat dilakukan secara efektif.
Jika pemerintah ingin memastikan peserta BPJS Kesehatan membayar iuran secara rutin, maka pemerintah perlu mengatur syarat administratif dalam inpres.
Menurutnya, pemerintah perlu mengatur pembayaran iuran BPJS sebagai syarat administrasi terhadap layanan publik yang berhubungan dengan BPJS. Misalnya pengajuan kredit atau untuk permohonan SIM.
"Kalau sertifikat tanah, menurut saya enggak relevan itu apa yang dimaksud dengan relevan ?adalah bahwa kelancaran membayar iuran BPJS itu bisa mengamankan fungsi layanan itu sendiri," ucapnya
"Misalnya kredit di bank itu kan berarti mengamankan potensi macet kredit itu apabila orang yang bersangkutan sakit dan tidak punya biaya," tambah dia.
[Gambas:Video CNN]
(ani/lav)
from CNN Indonesia https://ift.tt/35wCykZ
via IFTTT
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Wacana Sanksi Penunggak Iuran BPJS Disebut Mal-Administrasi"
Post a Comment