Sejumlah analis memproyeksi kesepakatan itu akan menjadi sentimen positif bagi Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Ketidakpastian ekonomi dunia diyakini bakal berkurang dengan redanya perang dagang sebagai dampak lebih lanjut dari perjanjian tersebut.
Senior Vice President Royal Investium Sekuritas Janson Nasrial mengingatkan pelaku pasar untuk memanfaatkan situasi tersebut dengan mengoleksi saham blue chip atau saham-saham yang memiliki nilai kapitalisasi besar.
Saham yang dimaksud, seperti PT Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk (TLKM), PT Astra International Tbk (ASII), dan PT United Tractors Tbk (UNTR).
"Sentimen yang akan mendorong penguatan harga saham masih dari eksternal, penandatanganan perjanjian dagang fase pertama AS dan China," ujarnya kepada CNNIndonesia.com, Senin (13/1).Sudah menjadi rahasia umum bahwa kenaikan IHSG biasanya didorong oleh saham-saham blue chip. Jadi, sentimen dari AS dan China bisa dibilang akan mengerek harga saham blue chip terlebih dulu, sehingga berimbas positif pada IHSG secara keseluruhan.
Ini juga karena pelaku pasar lokal dan asing yang biasanya lebih percaya dengan saham blue chip ketimbang saham lapis dua (second liner) dan lapis ketiga (third liner). Maklum, pergerakan saham blue chip biasanya lebih stabil dibandingkan lapis dua dan tiga yang berfluktuasi.
"Ya, biasanya saham blue chip yang mendorong IHSG (lebih dulu dibandingkan saham lapis dua dan lapis tiga)," jelasnya.
[Gambas:Video CNN]
Jika dilihat, mayoritas saham blue chip atau yang direkomendasikan sepekan ke depan bergerak positif pada perdagangan Jumat (10/1) kemarin. Detailnya, saham Telkom Indonesia berakhir di level Rp3.980 per saham dengan kenaikan 0,51 persen dan United Tractors menguat 4,34 persen ke level Rp22.250 per saham.
Sementara, saham Astra International tampak merah pada akhir pekan lalu. Emiten otomotif itu bertengger di level Rp6.825 per saham dengan pelemahan 0,73 persen.
Namun demikian, Janson memprediksi saham Astra International berpotensi menghijau pekan ini. Ia memasang target harga (target price) di level Rp7.000 per saham.
Kemudian, saham United Tractor diperkirakan menembus Rp23 ribu per saham dan Telekomunikasi Indonesia Rp4.200 per saham.
Dari sisi kinerja, mayoritas perusahaan sebenarnya membukukan penurunan laba bersih pada kuartal III 2019 lalu. Astra International, misalnya, keuntungan perusahaan turun 7 persen dari Rp17,07 triliun menjadi Rp15,86 triliun.Hal yang sama terjadi pada United Tractors yang cuma meraup laba bersih Rp8,63 triliun pada kuartal III 2019. Angka itu turun 4,85 persen dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya sebesar Rp9,07 triliun.
Sementara, Telkom Indonesia berhasil mengerek laba bersihnya sebesar 15,6 persen pada kuartal III 2019. Perusahaan pelat merah itu mengantongi laba bersih sebesar Rp16,45 triliun dari sebelumnya Rp14,23 triliun.
Kendati masih ada yang mencatat penurunan kinerja, tetapi Janson memperkirakan sentimen dari rencana penandatanganan kesepakatan damai dagang AS dan China tetap ampuh mengerek saham ketiga perusahaan tadi untuk jangka waktu sepekan.
Direktur Riset dan Investasi Pilarmas Investindo Sekuritas Maximilianus Nico Demus juga meyakini sentimen dari AS dan China akan menular ke saham lapis dua dan tiga. Ia memproyeksi mayoritas saham akan bergerak di teritori positif pada pekan ini."Ini karena perjanjian damai dagang merupakan penantian kepastian selama kurun waktu 19 bulan lamanya, dunia 'gonjang-ganjing' karena perang dagang AS dan China," ungkap Nico.
AS dan China memang belum membeberkan dengan detail isi perjanjian perdagangan fase pertama, namun ia menilai kesepakatan damai dagang itu sendiri sudah menjadi sentimen luar biasa bagi pasar modal. Oleh karenanya, ia berharap penandatanganan tidak akan diundur lagi.
"Selama ini, pasar sudah beberapa kali diberikan harapan palsu, kalau memang benar-benar tanda tangan ini bagus," terang dia.
Diketahui, perang dagang AS dan China berlangsung sejak 2018 lalu. Kedua negara dengan ekonomi terbesar di dunia itu akhirnya menemukan kesepakatan damai pada Desember 2019 dan direncanakan menandatangani perjanjian damai pada pekan ini.Saham Adaro Berpeluang
Di sisi lain, Analis FAC Sekuritas Wisnu Prambudi Wibowo mengatakan saham PT Adaro Energy Tbk (ADRO) juga memiliki peluang menanjak lagi pekan ini. Kenaikan harga komoditas batu bara akan kembali menjadi sentimen positif untuk emiten tersebut.
"Baru-baru ini harga batu bara ada tren kenaikan. Kalau harga komoditasnya naik, saham emitennya juga ikut," terang dia.
Wisnu menjabarkan harga batu bara dalam sepekan terakhir menguat 6,69 persen. Sementara, khusus perdagangan Jumat kemarin, kenaikannya sebesar 2,92 persen menjadi US$74,12 per metrik ton.Tak heran, indeks sektor pertambangan menguat hingga 2,3 persen sepanjang pekan lalu. Kenaikan itu terjadi ketika mayoritas indeks sektoral lainnya justru melemah.
Saham Adaro Energy sendiri terpantau hijau pada perdagangan Jumat lalu. Harga saham meningkat 3,68 persen ke level Rp1.550 per saham, sedangkan sepekan terakhir menguat 5,8 persen.
"Kenaikan harga saham Adaro Energy belum terlalu tinggi, jadi masih ada peluang naik lagi," katanya.
Ditambah, kinerja keuangan Adaro Energy juga cukup menggembirakan pada kuartal III 2019. Ini menambah alasan pasar untuk melakukan aksi beli saham Adaro Energy.Perusahaan meraup laba bersih sebesar US$405,99 juta pada kuartal III 2019. Realisasi itu meningkat 29,8 persen dari periode yang sama tahun sebelumnya sebesar US$312,7 juta.
Untuk itu, Wisnu meramalkan harga saham Adaro Energy tembus ke level Rp1.650 per saham dalam jangka pendek. Ini artinya, ada potensi kenaikan sebesar 6,45 persen dari posisi Jumat lalu di level Rp1.550 per saham.
(bir)
from CNN Indonesia https://ift.tt/2TjrDYm
via IFTTT
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Melirik Saham Blue Chip Jelang Kesepakatan Dagang AS-China"
Post a Comment