Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik dan Kerja Sama (KLIK) Kementerian ESDM Agung Pribadi mengungkapkan pelemahan HBA bulan ini disebabkan oleh berkurangnya permintaan pasar terhadap pasokan batu bara. Penurunan permintaan tersebut utamanya terjadi karena kebijakan pembatasan impor batu bara dari China dan India.
"Adanya pembatasan impor batu bara oleh India karena ada beberapa pabrik keramik yang ditutup sementara karena masalah lingkungan. China juga meningkatkan produksinya untuk memenuhi kebutuhan domestik," ujar Agung melalui keterangannya kepada awak media, dikutip Kamis (4/7).
Selain itu, pasokan di pasar juga bertambah. Pasalnya, Rusia mulai menjual produksi batu bara ke pasar Asia. Pasokan batu bara ke Australia ke China dan Asia juga meningkat.
Tren HBA yang merosot sebenarnya telah terjadi sejak September 2018 lalu. Kala itu, HBA masih dipatok senilai US$104,81 per ton.
Kemudian, pada Oktober 2018, harga batu bara masih berada di kisaran US$100,89 per ton. Selanjutnya, harga merosot menjadi US$97,90 per ton pada November 2018 dan sebesar US$92,51 per ton pada Desember 2018.
Tren merosotnya harga batu bara berlanjut tahun ini. Pada Januari 2019, HBA dipatok US$92,41 per ton, Februari US$91,80 per ton, Maret US$90,57 per ton, April US$88,5 per ton, dan Mei US$81,86 per ton.
Lebih lanjut, Agung memaparkan HBA diperoleh dari rata-rata indeks Indonesia Coal Index (ICI), Newcastle Export Index (NEX), Globalcoal Newcastle Index (GCNC), dan Platts 5900 pada bulan sebelumnya, dengan kualitas yang disetarakan pada kalori 6.322 kcal per kilogram GAR. (sfr/lav)
from CNN Indonesia https://ift.tt/2Jo9QbH
via IFTTT
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Harga Batu Bara Juli 2019 Merosot 11 Persen Jadi US$71,9"
Post a Comment