
Kepala BPH Migas Fanshurullah Asa mengatakan potensi kelebihan volume dari target awal berkisar 0,8 juta kl sampai 1,4 juta kl. Jika ini benar-benar terealisasi, maka jumlah konsumsi akan lebih tinggi dari 2018 yang sebesar 15,58 juta kl.
"Pada saat penetapan kuota volume pada 2019 belum tahu realisasi 2018, karena pada tiga tahun sebelumnya selalu di bawah 14,5 juta kl," ucap Fanshurullah, Rabu (21/8).
Potensi pembengkakan subsidi timbul lantaran konsumsi solar bersubsidi sudah membludak sejak awal tahun. Lihat saja, dari Januari sampai Juli 2019 sudah menyentuh 9,04 juta kl atau setara dengan 62 persen dari kuota.
Berdasarkan dugaan awal BPH Migas, kelebihan konsumsi solar bersubsidi ini terjadi di 10 daerah. Beberapa kota yang dimaksud, yakni Kalimantan Timur, Kepulauan Riau, Lampung, Riau, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Barat, Sumatra Barat, Sulawesi Selatan, Jawa Timur, dan Bangka Belitung.Fanshurullah juga menduga ada penyimpangan yang terjadi dalam proses penyaluran solar bersubsidi. Untuk itu, ia meminta PT Pertamina (Persero) sebagai penyalur mengecek lebih lanjut terkait penjualan solar subsidi.
"Patut diduga terjadi penyimpangan ke tambang maupun ke industri termasuk perkebunan. Makanya kami minta Pertamina segera mengecek," kata dia.
Oleh karena itu, BPH Migas bekerja sama dengan Badan Reserse Kriminal Kepolisian (Bareskrim) Polri untuk mengawasi penyaluran solar bersubsidi. Fanshurullah mendapatkan informasi dari Bareskrim bahwa ada 17 perkara yang ditangani terkait persoalan penyaluran BBM."Ada 130-an kasus pada 2019, sampai sekarang ini," imbuhnya.
Terkait potensi pembengkakan solar subsidi ini, Fanshurullah enggan menyebut apakah ada kemungkinan penambahan anggaran yang akan digelontorkan oleh Kementerian Keuangan nantinya. "Saya tidak tahu," pungkas dia.
[Gambas:Video CNN] (aud/lav)
from CNN Indonesia https://ift.tt/33P8YWR
via IFTTT
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Konsumsi Solar Subsidi Berpotensi Bengkak sampai 15 Juta Kl"
Post a Comment