"Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia pada tanggal 22-23 Januari 2020 memutuskan untuk mempertahankan BI 7DRRR di posisi 5 persen," ucap Gubernur BI Perry Warjiyo, Kamis (23/1).
Perry mengatakan keputusan ini dipengaruhi oleh prospek pemulihan ekonomi global yang mampu meredakan ketidakpastian. Pemulihan didukung oleh pertumbuhan ekonomi dari beberapa negara dan prospek positif di industri manufaktur di dunia.
"Ditopang pula oleh perkembangan kesepakatan dagang antara Amerika Serikat dan China," ucapnya.
Begitu pula dari prospek pertumbuhan ekonomi di negara berkembang, seperti Brasil dan India, meski masih perlu diwaspadai ke depannya. Kendati begitu, hal ini setidaknya menambah aliran modal ke negara-negara berkembang, termasuk Indonesia.
Di sisi lain, BI menyatakan tetap memantau perkembangan ekonomi global. Begitu pula dengan situasi geopolitik di beberapa kawasan.
Perry mengatakan bank sentral nasional juga mempertimbangkan kondisi ekonomi di dalam negeri, mulai dari makroekonomi hingga sektor keuangan. Pertama, pertumbuhan ekonomi yang diperkirakan tetap terjaga ditopang oleh ekspor berkat permintaan dari sejumlah negara mitra dagang.
Kemudian juga ditopang oleh konsumsi rumah tangga dan investasi, khususnya di sektor manufaktur. Peningkatan investasi diperkirakan akan terus terjadi berkat proyek infrastruktur dan omnibus law UU Cipta Lapangan Kerja.
[Gambas:Video CNN]
BI memperkirakan pertumbuhan ekonomi bisa mencapai 5,1 persen sampai 5,5 persen pada 2020. Sementara per kuartal III 2019, pertumbuhan ekonomi sebesar 5,02 persen.
Kedua, Neraca Pembayaran Indonesia yang juga diperkirakan terus membaik, sehingga menopang ekonomi di tengah tekanan eksternal. "Ditopang aliran modal masuk dan penurunan defisit transaksi berjalan yang didukung oleh perbaikan neraca perdagangan," tuturnya.
BI memperkiraan defisit transaksi berjalan sebesar 2,7 persen dari PDB. Kemudian akan terus terkendali menjadi 2,5 persen sampai 3 persen pada 2020.
Ketiga, cadangan devisa tercatat sebesar US$129,2 miliar. Jumlah ini setara pembiayaan 7,6 bulan impor dan di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor.
Keempat, nilai tukar rupiah yang terapresiasi sebesar 1,74 persen pada akhir 2019. Hal ini membuat mata uang Garuda menguat sampai 3,58 persen sepanjang 2019.
"Rupiah terus menguat didukung oleh kinerja neraca pembayaran dan kinerja ekspor. Struktur pasar valas juga membaik terlihat dari peningkatan volume dan DNDF," imbuhnya.
BI memperkirakan penguatan nilai tukar rupiah juga ditopang oleh kuatnya fundamental ekonomi nasional. Penguatan rupiah juga mendukung pertumbuhan ekonomi dan akan tetap stabil sesuai mekanisme pasar.
Kelima, inflasi sebesar 2,72 persen secara tahunan pada 2019. Perkiraannya, inflasi akan tetap terjaga rendah pada tahun ini dengan rentang sasaran 3 persen plus minus 1 persen pada 2020.
Keenam, kondisi bank juga terpantau baik. Hal ini tercermin dari kondisi likuiditas yang mencukupi. Lalu, rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/CAR) sebesar 23,66 pada November 2019. Kemudian, rasio kredit bermasalah (Non Performing Loan/NPL) sebesar 2,77 persen (gross) atau 1,24 persen (net).
Kendati begitu, BI melihat memang ada penurunan pertumbuhan kredit bank yang hanya menyentuh 6,08 persen pada 2019. Begitu pula dengan pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) sebesar 6,54 persen pada periode yang sama.
Namun, bank sentral nasional memperkirakan pertumbuhan kredit bank akan meningkat ke kisaran 10 persen hingga 12 persen. Begitu juga dengan pertumbuhan DPK yang diramal mencapai 8 persen sampai 10 persen.
"Ke depan, Bank Indonesia terus mendorong inovasi digital untuk membangun ekosistem yang sehat guna memandu perkembangan ekonomi dan keuangan digital di Indonesia," pungkasnya.
(uli/sfr)from CNN Indonesia https://ift.tt/38y7NwF
via IFTTT
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Awal Tahun, BI Kembali Tahan Suku Bunga Acuan 5 Persen"
Post a Comment