Untuk diketahui, pemerintah mengalokasikan subsidi FLPP sebesar Rp11 triliun untuk 102.500 unit rumah. Namun, sebesar Rp2 triliun telah digunakan untuk memenuhi kekurangan subsidi FLPP pada 2019. Karenanya, pengembang memperkirakan sisa subsidi hanya dapat membiayai 97.700 unit rumah.
"Kami ingin ada solusi terbaik untuk program perumahan karena backlog untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) masih tinggi, sehingga dipastikan ada demand (permintaan) produk," kata Pelaksana Tugas (Plt) Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Properti Setyo Maharso, Kamis (23/1).
Dari sisi suplai, ia memastikan pengembang dapat menjawab kebutuhan perumahan MBR. Pasalnya, sebanyak 60 persen total pengembang di Indonesia bergerak di bisnis rumah sederhana. Dalam kesempatan yang sama, Ketua Umum Real Estate Indonesia (REI) Totok Lusida mengungkapkan kebutuhan perumahan MBR pada 2020 diprediksi mencapai 260 ribu unit. Untuk memenuhi kebutuhan itu diperkirakan membutuhkan anggaran subsidi sebesar Rp29 triliun.
"Sehingga masih dibutuhkan dana sebesar Rp18 triliun," ucapnya.
Pengembang menilai, kurangnya pembiayaan FLPP berpotensi menggagalkan Program Sejuta Rumah (PSR) yang merupakan nawa cita dari Presiden Joko Widodo. Karenanya, mereka meminta pemerintah memberikan solusi atas persoalan tersebut.
Alternatif Pendanaan SubsidiPengembang mengaku telah memiliki beberapa solusi guna menutupi kebutuhan subsidi FLPP. Pertama, potensi pendanaan FLPP didapat dari pengalihan subsidi gas elpiji 3 kilogram (Kg) yang tidak tepat sasaran. Sebagaimana diketahui, pemerintah tengah mengevaluasi penyaluran subsidi elpiji 3 Kg.
Rencananya, pemerintah akan mengubah penyaluran subsidi elpiji 3 Kg dari skema penyaluran terbuka menjadi tertutup mulai semester II 2020 mendatang. Dengan perubahan tersebut, subsidi yang selama ini disalurkan dalam bentuk harga elpiji murah akan diubah menjadi pemberian langsung kepada masyarakat miskin.
"Tentu banyak (penyaluran) subsidi pemerintah yang harus dievaluasi, misalnya subsidi gas elpiji yang kalau tidak tepat sasaran sebaiknya itu digeser untuk subsidi rumah," ujar Setyo.
Kedua, pengembang menilai subsidi FLPP dapat bersumber dari dana BPJS Ketenagakerjaan. Namun demikian, mereka masih mematangkan skema potensi penyaluran dana dari BPJS Ketenagakerjaan untuk FLPP.
Ketua Umum Himpunan Pengembang Permukiman dan Perumahan Rakyat (Himperra) Endang Kawidjaya menuturkan 70 persen penerima dana FLPP adalah peserta BPJS Ketenagakerjaan. Karenanya, ia menilai pemerintah perlu memberikan dukungan pemenuhan kebutuhan rumah kepada peserta BPJS Ketenagakerjaan lewat kebijakan pendanaan."Kabarnya jumlah (dana BPJS Ketenagakerjaan) di atas Rp300 triliun, padahal kami hanya perlu sekitar Rp10 triliun-Rp15 triliun untuk melengkapi subsidi," ujarnya.
Ketiga, pengembang menyebut terdapat dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang mengendap sehingga dapat dimanfaatkan untuk pemenuhan subsidi FLPP. Data yang dihimpun pengembang menyebutkan dana pemerintah pusat yang mengendap di rekening pemerintah daerah mencapai Rp186 triliun.
"Apabila 10 persen atau Rp18,6 triliun saja dialihkan ke pembiayaan perumahan itu akan sangat berarti," ujar Setyo.
Pengembang mengklaim alternatif di atas merupakan kesimpulan dari koordinasi antara Kadin dengan beberapa stakeholder lain, meliputi Kementerian PUPR, Pusat Pengelolaan Dana Pembiayaan Perumahan (PPDPP), PT Sarana Multigriya Finansial (SMF), BPJS Ketenagakerjaan, BP Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera), serta asosiasi pengembang. Sayangnya, pemerintah belum menindaklanjuti hasil koordinasi tersebut.
(ulf/age)
from CNN Indonesia https://ift.tt/37wxCgk
via IFTTT
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Pengembang Properti Minta Pemerintah Tambah Kuota FLPP"
Post a Comment