Berdasarkan keterangan Gabungan Organisasi Peternak Ayam Nasional (GOPAN), harga ayam di tingkat peternak di sejumlah wilayah tertekan hingga ke kisaran Rp5.500 hingga Rp6.000 per kilogram (kg) atau jauh di bawah Harga Pokok Produksi (HPP) yang berkisar Rp18.500 per kg.
Direktur Pusat Kajian Pertanian Pangan dan Advokasi (PATAKA) Yeka Hendra Fatika mengungkapkan harga ayam yang anjlok di tingkat peternak tak lepas dari pasokan yang berlebih. Indikasinya, bisa terlihat dari keputusan rapat Kementerian Pertanian dan asosiasi terkait pada 13 Juni 2019 untuk memangkas bibit sebesar 30 persen.
Yeka menduga salah satu penyebab pasokan berlebih adalah akibat dari permintaan anak ayam berumur 1 hari (DOC) yang melonjak pada Maret dan April 2019 lalu. Kondisi itu berujung pada kenaikan harga DOC yang memicu meningkatnya penawaran.
"Ketika harga tinggi, perusahaan pembibitan yang menghasilkan DOC terus menerus memproduksi DOC sehingga melampaui kebutuhan," ujar Yeka kepada CNNIndonesia.com, Kamis (27/6).
Yeka memperkirakan permintaan ayam hidup (live bird) hanya berkisar 60 juta ekor per pekan. Sementara itu, produksi DOC diperkirakan mencapai 68 juta ekor. Meski berlebih, produksi DOC bisa terserap habis karena kapasitas kandang mencapai 80 juta ekor.
"Satu bulan kemudian panen live birds, ya sudah pasokan berlebih jadinya harga hancur. DOC kan biasanya dipelihara 30 hari," ujarnya.
Dorongan perusahaan untuk meningkatkan produksi ayam bisa dipahami Yeka. Pasalnya, konsumsi ayam di Indonesia masih relatif rendah yaitu hanya berkisar 12 kilogram (kg) per kapita per tahun. Selain itu, harga daging ayam juga tidak terlalu mahal.
Namun, upaya peningkatan penawaran seharusnya juga diiringi upaya untuk mengerek permintaan untuk mencegah kelebihan pasokan.
Dalam jangka pendek, menurut Yeka, kenaikan harga bisa terjadi jika perusahaan besar menahan produksi untuk tidak sepenuhnya masuk pasar. Misalnya, dengan terlebih dahulu menaruh di dalam gudang penyimpangan dingin (cold storage).
"Kalau tidak ada cold storage sewa dulu cold storage-nya," ujarnya.
Selain itu, pemerintah juga diimbau kreatif dalam menyerap kelebihan pasokan. Misalnya, kerja sama dengan Badan Amil Zakat untuk dapat menyerap ayam dan didistribusikan ke daerah-daerah yang membutuhkan peningkatan protein hewani.
"Badan Amil Zakat itu kan uangnya uang rakyat juga, uang zakat yang digunakan untuk kepentingan kemanusiaan juga. Jadi peternak happy, rakyatnya happy," ujarnya.
Pemerintah juga bisa membantu membuka jalan ekspor ayam ke negara lain. Untuk membuat harga kompetitif, pemerintah bisa memberikan insentif fiskal maupun kemudahan logistik.
Untuk jangka menengah, pemerintah dan asosiasi perlu menata kembali industri peternakan ayam. Misalnya, peningkatan transparansi importasi bibit induk ayam (grand parent stock/GPS) serta standarisasi pembibitan untuk mencegah berlebihnya pasokan.
"Industri unggas ini kan murni swasta, tidak boleh terlalu ketat tapi pakailah regulasi-regulasi yang membuat iklim usaha kondusif," ujarnya.
Perlindungan bagi Peternak Kecil
Persoalan harga ayam yang anjlok di tingkat peternak sebenarnya tidak akan berpengaruh besar terhadap konsumen. Penurunan harga ayam peternak selama beberapa waktu terakhir tidak serta merta menekan harga daging ayam di tingkat konsumen.
Tercatat, harga daging ayam masih ada di kisaran Rp25.000 hingga Rp30.000 per kg. Meski harga ayam hidup murah, pedagang eceran tak berani ambil banyak karena mengetahui kebutuhan masyarakat yang terbatas.
![]() |
Kendati demikian, Sekretaris Jenderal Gopan Sugeng Wahyudi mengingatkan industri peternakan ayam berisiko hanya akan diisi oleh pemain besar jika kondisi harga terus menerus tergerus.
Sementara itu, pemain industri peternakan ayam banyak yang berasal dari rakyat kecil yang tak akan kuat menahan kerugian jika ongkos produksi yang tinggi tak diimbangi oleh harga jual yang sepadan.
"Bagi peternak rakyat, jika harga seperti ini, keberlangsungan terhambat bahkan bisa tutup. Padahal, undang-undang mengamanatkan pemerintah untuk mendorong sebanyak-banyaknya rakyat untuk berbudi daya dan meningkatkan kesejahteraannya," ujarnya.
Melihat hal itu, Sugeng berharap pemerintah secara konsisten menjalankan aturan yang dibuat untuk menata industri. Salah satunya, Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 96 tahun 2018 tentang Harga Baru Acuan Telur Ayam dan Daging Ayam.
Dalam beleid disebutkan harga telur dan daging ayam di tingkat peternak sebesar Rp18 ribu - Rp20 ribu per kilogram (kg).
Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Tjahja Widayanti mengungkapkan pemerintah memiliki kepentingan untuk menjaga keberlangsungan peternakan rakyat mandiri. Maka itu, pemerintah tidak akan tinggal diam melihat anjloknya harga ayam di tingkat peternak.
Berdasarkan pertemuan dengan asosiasi terkait pada pertengahan Juni itu, kebijakan yang akan diambil untuk mengatasi rendahnya harga adalah pemangkasan bibit sebanyak 30 persen. Dalam praktiknya, pemangkasan itu dilakukan melalui panen (afkir) dini indukan ayam berusia 68 minggu.
Selain itu, Tjahja juga telah meminta jajarannya untuk mengkaji kemungkinan membuat ketentuan harga acuan mulai dari hulu industri peternakan ayam.
"Mungkin, supaya semua bisa terlihat fair, dari harga DOC dan pakan ada harga acuannya sampai nanti live bird dan harga (daging ayam) ke konsumen. Itu yang sedang kami bahas," ujarnya.
[Gambas:Video CNN]
Tjahja berharap dengan penataan yang lebih baik, industri peternakan ayam masih bisa memberikan tempat bagi usaha peternakan ayam mandiri.
Meski kontribusi peternakan rakyat terhadap pasokan secara keseluruhan hanya berkisar 20 persen, namun dia mengingatkan usaha tersebut mampu membuka lapangan kerja dan memberdayakan perekonomian rakyat kecil. (lav)
from CNN Indonesia https://ift.tt/2RE6AwM
via IFTTT
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Peternak Kecil 'Terimpit' Harga Ayam"
Post a Comment