Search

Waspada Virus Corona, Saham LQ45 Bisa Jadi Opsi Investor

Jakarta, CNN Indonesia -- Pasar saham Indonesia tak lepas dari 'infeksi' wabah virus corona hingga meninggalkan level 6.000. Tengok saja, IHSG anjlok 4,87 persen dari level 6.244 ke posisi 5.940 dalam sepekan.

Untuk diketahui, virus corona muncul pertama kali di Wuhan, Provinsi Hubei, China. Hingga Minggu (2/2) korban meninggal dunia akibat wabah virus corona mencapai 361 orang. Sementara itu, jumlah penyebaran virus corona menjadi 16.600 kasus. Jumlah tersebut lebih banyak dibandingkan korban yang terjangkit virus SARS pada 2003 lalu. Bahkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah mengumumkan epidemi virus corona sebagai darurat global.

Bukan hanya berdampak pada kesehatan, kalangan ekonom memprediksi wabah virus corona akan memangkas pertumbuhan ekonomi China hingga 2 persen pada kuartal I 2020. Akibatnya, Negeri Tirai Bambu berpotensi mengalami kerugian ekonomi hingga US$62 miliar.


Tak pelak kondisi itu juga menginfeksi pasar keuangan global maupun dalam negeri. Atas kondisi itu, Pendiri LBP Institute Lucky Bayu Purnomo menyarankan pelaku pasar untuk berhati-hati dan membatasi transaksi. Membatasi, kata Lucky, bukan berarti tidak bertransaksi sama sekali, namun lebih selektif dalam membeli saham. "Investor sebaiknya menahan diri karena dengan situasi seperti ini likuiditas rendah," katanya.

Ia mengimbau pelaku pasar untuk memilih saham dengan likuiditas tinggi, yakni saham-saham di jajaran LQ45. Mengutip situs resmi Bursa Efek Indonesia (BEI), indeks LQ45 adalah indeks yang mengukur performa harga dari 45 saham-saham dengan likuiditas tinggi dan kapitalisasi besar. Sebanyak 45 saham tersebut didukung oleh fundamental perusahaan yang baik.

Untuk diketahui, otoritas bursa senantiasa mengevaluasi daftar saham LQ45 selama empat kali dalam satu tahun. Dua diantaranya merupakan evaluasi mayor pada Januari dan Juli. Sisanya, merupakan evaluasi minor pada April dan Oktober.

Evaluasi mayor meliputi evaluasi atas konstituen dan penyesuaian kembali bobot saham dalam indeks. Sedangkan evaluasi minor hanya mencakup penyesuaian kembali bobot saham dalam indeks.

"Sementara ini LQ45 paling likuiditas, cari saham yang memiliki likuiditas tinggi dalam jajaran LQ45 dalam kurun waktu 5-10 hari terakhir," ucapnya.

Lucky menilai saham LQ45 dengan yang memenuhi syarat likuiditas tinggi dalam 5-10 hari terakhir adalah saham sektor perbankan. Berdasarkan daftar harga saham LQ45 periode Februari sampai dengan Juli 2020 terdapat enam saham perbankan, yakni PT Bank Central Asia Tbk (BBCA), PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI), PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI), PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (BBTN), PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI), dan PT Bank Tabungan Pensiunan Nasional Syariah Tbk (BTPS).

Pekan lalu, sektor keuangan jatuh hingga 4,52 persen. Seluruh kinerja saham perbankan di jajaran LQ45 pun tercatat berada di zona merah. Namun Lucky memprediksi saham perbankan mampu bangkit kembali.

Tercatat, saham Bank BCA turun paling dalam sebesar 3,86 persen ke posisi Rp32.400 per saham. Disusul Bank BTN, melemah 3,11 persen ke posisi Rp1.870 per saham.

Lebih lanjut, saham Bank BRI koreksi 2,62 persen ke Rp4.460 per saham dan Bank BTPS berkurang 2,43 persen ke Rp4.410 per saham. Lalu, Bank Mandiri turun 1,31 persen ke Rp7.550 per saham, sedangkan Bank BNI melemah tipis 0,69 persen ke posisi Rp7.200 per saham.

Namun demikian, Lucky tak menampik kinerja sektor perbankan melambat sepanjang 2019 lalu. Hal tersebut disebabkan seluruh kinerja indikator yang mendukung laba ikut menurun dan persaingan ketat industri perbankan.

Kondisi ini tampak dari kinerja laba tiga bank Badan Usaha Milik Negara (BUMN) pada 2019 yang melambat. Bank BRI tercatat meraup laba bersih Rp34,41 triliun pada 2019 atau tumbuh 6,15 persen dibandingkan 2018 yakni Rp32,4 triliun. Pertumbuhan laba itu melambat signifikan dibandingkan kenaikan laba tahun 2018 yakni 11,6 persen.

Lalu, Bank BNI membukukan laba bersih sebesar Rp15,38 triliun pada 2019, naik tipis 2,5 persen dibandingkan tahun sebelumnya yaitu Rp15,02 triliun. Meski meningkat, pertumbuhan laba BNI jauh lebih lambat dibandingkan 2018 yakni 10,3 persen.

Sementara Bank Mandiri meraup laba sebesar Rp27,5 triliun, tumbuh 9,9 persen dibanding tahun sebelumnya Rp25 triliun. Tetapi, pertumbuhan laba Mandiri anjlok dari sebelumnya yang mencapai 21,1 persen. Sementara perbankan di jajaran LQ45 lainnya belum melaporkan kinerja tahun buku 2019.

Ia memprediksi kinerja perbankan tahun ini tak jauh berbeda dengan tahun lalu. Pasalnya, pertumbuhan ekonomi diramal tak akan jauh berbeda dari tahun lalu sehingga pertumbuhan kredit yang menopang kinerja perbankan diprediksi belum bangkit.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi hingga kuartal III 2019 yakni 5,02 persen. Secara tahunan, Menteri Keuangan Sri Mulyani memprediksi pertumbuhan ekonomi hanya di posisi 5,05 persen, jauh di bawah target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yakni 5,3 persen.

"Tetapi tidak ada yang lebih likuid lagi dibandingkan saham perbankan, karena sentimen sektor perbankan banyak seperti suku bunga, Produk Domestik Bruto, inflasi, dan lain-lain," ucapnya.

Senada, Kepala Riset MNC Sekuritas Edwin Sebayang mengatakan kejatuhan indeks saham dipicu bertambahnya korban virus corona. Kekhawatiran akan resesi ekonomi pun muncul kembali di pasar.

"Pasar khawatir tentang resesi ekonomi setelah yield obligasi AS tenor 10 tahun terus turun," paparnya.

Tak hanya sentimen eksternal, kondisi pasar saham juga tertekan sentimen negatif dalam negeri. Edwin menuturkan beberapa lembaga asset management masih melakukan pencairan reksa dana usai produknya dibubarkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada 2019.

Di tengah tekanan, Edwin tidak melarang pelaku pasar bertransaksi di pasar. Namun demikian, ia memberikan tiga saran kepada pelaku pasar agar aman dalam bertransaksi.

Pertama, ia mengimbau pelaku pasar untuk membeli saham perusahaan yang secara historis memberikan dividen tinggi. Itu mengindikasikan bahwa perseroan mampu menjaga kinerja perseroan dengan baik.

Kedua, ia menyarankan pelaku pasar mengoleksi saham perseroan yang akan melakukan aksi korporasi ke depan. Sebab, melalui aksi korporasi tersebut perseroan berpotensi mendapatkan tambahan pendapatan dan laba bersih.

"Pelaku pasar sebaiknya menjauhi saham yang dimiliki oleh asset management bermasalah," ucapnya.

Tak lupa, ia merekomendasikan saham-saham perusahaan yang memenuhi tiga kategori tersebut. Saham-saham tersebut meliputi PT Barito Pacific Tbk (BRPT), PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG), PT Charoen Pokphand Indonesia Tbk (CPIN), PT Hanjaya Mandala Sampoerna Tbk (HMSP), PT Gudang Garam Tbk (GGRM), PT unilever Indonesia Tbk (UNVR), PT Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk (TLKM), Bank BRI, dan Bank Mandiri.

[Gambas:Video CNN]

(age)

Let's block ads! (Why?)



from CNN Indonesia https://ift.tt/3b4Bd7N
via IFTTT

Bagikan Berita Ini

Related Posts :

0 Response to "Waspada Virus Corona, Saham LQ45 Bisa Jadi Opsi Investor"

Post a Comment

Powered by Blogger.