
Aturan ini tertuang dalam draf Omnibus Law Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja. Dalam Pasal 66 disebutkan bahwa penyediaan pangan akan berasal dari tiga sumber, yakni produksi pangan dalam negeri, cadangan pangan nasional, dan impor pangan.
Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Yusuf Rendy Manilet menyatakan pemerintah seperti menggeser kebutuhan impor yang sebelumnya hanya pelengkap menjadi sumber utama penyediaan pangan dalam negeri. Menurutnya, aturan ini bisa menjadi bumerang bagi pemerintah karena barang impor akan semakin membanjiri Indonesia.
"Ini akan mempengaruhi neraca perdagangan, memperlebar defisit neraca perdagangan Indonesia," ucap Yusuf kepada CNNIndonesia.com, Selasa (18/2). Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat neraca perdagangan defisit sebesar US$864,2 juta pada Januari 2020. Angka defisit itu turun 18,7 persen dibandingkan dengan Januari 2019 lalu sebesar US$1,06 miliar.
Defisit terjadi karena nilai impor yang lebih besar dari ekspor. Rinciannya, nilai impor sebesar US$14,28 miliar dan ekspor US$13,41 miliar. Lebih lanjut Yusuf menyatakan bukan hanya neraca dagang yang akan terpengaruh. Kebijakan kemudahan impor juga akan mempengaruhi tingkat inflasi di dalam negeri.
"Kalau impor terlalu banyak, nanti berpotensi menekan harga. Ini berpengaruh ke inflasi," ujar Yusuf.
Maka itu, ia menyarankan pemerintah mengkaji kebijakan impor dalam Omnibus Law Cipta Kerja. Menurutnya, pemerintah sebaiknya merinci bahan pangan apa saja yang salah satu sumber utamanya berasal dari impor.
"Pasal mengenai penyediaan pangan di dalam negeri coba diperjelas lagi, lebih dirinci. Jangan mengambang seperti ini," jelas Yusuf.Senada, Wakil Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Eko Listiyanto menyatakan jika impor menjadi salah satu sumber penyediaan pangan, otomatis pemerintah akan mempermudah proses impor ke depannya.
"Ini bahaya karena tidak akan mendorong swasembada dalam negeri," tutur Eko.
Ia menilai kebijakan ini hanya akan menguntungkan pihak pengusaha. Pasalnya, penyediaan pangan yang ditulis dalam Omnibus Law Cipta Kerja tak dijelaskan lebih lanjut kegunaannya apakah untuk dijual langsung ke masyarakat atau kebutuhan industri.
"Tapi kalau dilihat ini menguntungkan satu pihak, yakni agar dunia usaha atau industri cepat dapat pasokan. Konteksnya kalau dilihat bisa seperti itu," terang dia.Eko beranggapan lebih baik sumber penyediaan pangan dalam Omnibus Law Cipta Kerja diubah menjadi seperti yang berlaku sekarang.
Dalam Undang-Undang (UU) Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan, pemerintah mengutamakan produksi dalam negeri untuk memenuhi kebutuhan pangan. Impor hanya dijadikan pilihan oleh pemerintah untuk memenuhi kebutuhan pangan bila produksi dalam negeri kurang atau tidak ada sama sekali.
"Aturan yang sekarang sudah benar, impor hanya dijadikan pelengkap saja. Ini juga agar semangat swasembada pangan tetap ada," jelas Eko.
(aud/age)
from CNN Indonesia https://ift.tt/2HzOQhR
via IFTTT
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Bila Sumber Pangan Impor, Siap-siap Neraca Dagang Bengkak"
Post a Comment