Dalam temuannya, BPK menilai pengelolaan investasi Asabri kurang efisien dengan angka capaian kinerja 59,61 persen. Selain itu, pada tahun yang sama terindikasi keterlambatan pembayaran atau setoran pensiun penuh sebesar Rp2,31 miliar oleh mitra bayar sesuai perjanjian kerja sama (PKS) dengan Asabri. Hal ini mengakibatkan potensi kerugian sebesar Rp2,31 miliar pada Asabri.
Tak hanya itu, BPK juga menemukan pembayaran uang senilai Rp802 miliar kepada PT WCS untuk pembelian saham, meskipun tidak pernah menerima saham PT HT sesuai dengan perjanjian dalam Memorandum Of Understanding (MoU).
Perlu diketahui, pada 4 November 2015, dilakukan penandatanganan MoU untuk pembelian saham HT sebesar 18 persen senilai Rp1,2 triliun yang diwakili oleh direktur utama Asabri dan Sdr BTj selaku pihak dari PT WCS. Ini disaksikan oleh Kepala Divisi Investasi Asabri. Namun janggalnya, Asabri kemudian membatalkan pembelian saham PT HT kepada PT WCS. Ini dilakukan dengan cara Asabri melakukan pembelian tanah Sdr BTj di Perumahan Serpong Kencana senilai Rp732 miliar. Sementara sisa pembelian saham berikut bunganya dikembalikan secara tunai.
Hal tersebut mengakibatkan nilai pembelian saham PT HT kepada PT WCS sesuai dengan MoU senilai Rp1,2 triliun dan pembayaran uang muka senilai Rp802 miliar dan saham yang tidak pernah dikuasai merupakan suatu tindakan yang bertentangan dengan Peraturan Menteri Negara BUMN Nomor: Per-01/MBU/2011 tentang Penerapan Tata Kelola Perusahaan yang Baik (Good Corporate Governance) pada BUMN tanggal 1 Agustus 2011.
Penandatanganan MoU yang dilakukan oleh direktur utama Asabri dengan PT WCS melanggar kewajiban due diligence dan studi kelayakan atau feasibility study sesuai dengan Prosedur Operasi Standar atau SOP Asabri.
Atas temuan tersebut, BPK mengeluarkan rekomendasi kepada perusahaan.
Rekomendasi pertama ialah membuat aplikasi Yandu, sebuah aplikasi pembayaran pensiun dan santunan yang terintegrasi. Ini memungkinkan informasi atas peserta pensiun yang sudah dibayarkan santunan/uang duka wafat (early warning system) serta memberikan penanda (flagging) pada aplikasi Yandu dan aplikasi pendukung penyelenggaraan pembayaran pensiun (AP4).Ini dapat digunakan untuk mendeteksi keterlanjuran dropping daftar pembayaran (Dapem); meningkatkan koordinasi antara mitra bayar, kantor cabang dan kantor pusat dalam meminimalisasi keterlanjuran bayar dan melakukan konfirmasi atas ketelanjuran bayar oleh mitra bayar.
Rekomendasi kedua ialah menerapkan prinsip kehati-kehatian, berpegang teguh pada asas good corporate governance (GCG) serta memperhatikan kepentingan perusahaan dalam melakukan penempatan investasi.
Secara keseluruhan, hasil pemeriksaan atas investasi tahun buku 2015 dan semester I tahun 2016 pada Asabri mengungkapkan 15 temuan yang memuat 19 permasalahan. Kasus-kasus tersebut terdiri atas 5 permasalahan ketidakefisienan senilai Rp834,72 miliar, 12 permasalahan ketidakefektifan, 1 permasalahan potensi kerugian negara senilai Rp637,1 miliar, dan 1 permasalahan kekurangan penerimaan senilai Rp2,31 miliar.
[Gambas:Video CNN] (wel/sfr)
from CNN Indonesia https://ift.tt/35QxFlJ
via IFTTT
Bagikan Berita Ini
0 Response to "BPK Cium Permasalahan Asabri Sejak 2016"
Post a Comment