Search

Pemangkasan Eselon Jokowi dan Ancaman Saling Sikut PNS

Jakarta, CNN Indonesia -- Presiden Joko Widodo (Jokowi) berencana memangkas jumlah tingkatan eselon pegawai negeri sipil (PNS) demi menyederhanakan birokrasi di dalam negeri. Ia berniat mengurangi dua level eselon dari posisi sekarang yang berjumlah empat level.

Hal ini diungkapkan Jokowi setelah dilantik menjadi presiden kedua kalinya, Minggu (20/10).

"Prosedur yang panjang harus dipotong. Birokrasi yang panjang harus dipangkas," ungkap Jokowi saat itu.


Menurutnya, PNS yang terkena dampak dari penyederhanaan level eselon ini akan dialihkan ke jabatan fungsional. Jabatan itu akan lebih menekankan pada kompetensi masing-masing PNS.
"Saya minta untuk disederhanakan menjadi dua level saja, diganti dengan jabatan fungsional yang menghargai keahlian, menghargai kompetensi," kata Jokowi.

Pengamat Kebijakan Publik Trubus Rahadiansyah menilai pengurangan jumlah level eselon PNS akan memicu persoalan baru. Menurutnya, orang yang berada di bawah eselon III dan IV akan sibuk berkompetisi agar bisa menempati posisi eselon I dan II.

"Kalau sekarang ada eselon III dan IV artinya bisa menampung banyak pegawai, kalau dipangkas jadinya tempat untuk menampung kan semakin sedikit. Jadinya orang sibuk berkompetisi, ini bisa jadi tidak sehat," kata Trubus kepada CNNIndonesia.com, Minggu (20/10).

Trubus bilang jika kebijakan itu diterapkan, PNS bukannya fokus pada pekerjaannya. Tapi, PNS nantinya justru melakukan berbagai upaya agar tetap bisa menduduki jabatan struktural.

Kalau sudah begitu, pelayanan kepada masyarakat bisa saja terganggu.

"Kinerja ASN (PNS) turun. Istilahnya bisa semakin 'sikut-sikutan' karena jabatannya kan hanya itu saja. Biasanya ada empat eselon, nanti hanya dua," tuturnya.

Untuk meminimalkan risiko tersebut, Trubus meminta pemerintah benar-benar merancang sistem birokrasi dan eselon ini secara detail. Setidaknya, butuh peraturan menteri pendayagunaan aparatur negara dan reformasi birokrasi untuk menjadi landasan hukum yang jelas.

"Saya sarankan juga pemangkasan eselon dilakukan bertahap, jangan tiba-tiba dipangkas langung. Lalu perlu sosialisasi juga," pungkas dia.

Kritikan juga dilontarkan Pengamat Kebijakan Publik Agus Pambagio yang berpendapat rencana Jokowi untuk memangkas jumlah level eselon hanya buang-buang waktu. Pasalnya, untuk mengubah sistem ia memperkirakan perlu waktu lebih dari dua tahun.

"Kalau mau dijadikan hanya dua eselon lalu bagaimana kerjanya, ini kan sistem birokrasi masing-masing eselon sudah punya tanggung jawab kerjaannya masing-masing yang jelas," ucap Agus.

Saat ini, sistem birokrasi dan eselon berada di bawah Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPAN-RB). Menurutnya, kementerian itu dalam lima tahun ke depan bisa-bisa hanya mengurusi pemangkasan jumlah eselon saja.

"Buang-buang waktu, semua orang terkonsentrasi di sana. Terus kapan kerjanya. Presiden mau kerja apa hanya urus manajemen saja," ucap Agus.

Ancam Kesejahteraan PNS

Ketua Korps Pegawai Republik Indonesia (Korpri) Zudan Arif Fakhrulloh juga menyayangkan rencana kebijakan tersebut. Ia berpendapat rencana Jokowi itu tak akan begitu saja membuat birokrasi di dalam negeri lebih simpel. Masalahnya, ada lima unsur lain yang bisa mempengaruhi sistem birokrasi di Indonesia.

Beberapa unsur yang dimaksud adalah sumber daya manusia (SDM), regulasi yang mengatur PNS bekerja, kesejahteraan, sistem karir, dan perlindungan hukum.

Kalau salah satu saja tak terpenuhi, maka impian Jokowi untuk membuat birokrasi lebih sederhana hanya akan menjadi mimpi di siang bolong.

Selain itu, Zudan juga khawatir pemangkasan level eselon ini akan membuat abdi negara menjadi tidak sejahtera. Pasalnya dengan kebijakan tersebut, pegawai yang semula ditempatkan di jabatan struktural, bisa saja dipindahkan ke jabatan fungsional dengan pengurangan level eselon tersebut.

"Jabatan struktural itu tunjangan kan lebih besar, ada fasilitas mobil, rumah, yang jelas dapat tunjangan jabatan. Itu besar tunjangannya, ini juga jadi alasan kenapa banyak yang memilih jabatan struktural," paparnya.

Karenanya, Zudan berharap agar pemerintah tak lupa untuk melihat lagi hak-hak yang diperoleh dari ASN yang menempati jabatan fungsional. Jika pendapatan menurun karena dipindahkan dari jabatan struktural ke fungsional, maka kesejahteraan PNS akan terganggu. Padahal, kesejahteraan adalah salah satu unsur yang akan membuat birokrasi lebih sederhana.

"Nah, jadi harus dilakukan pengkajian dan simulasi yang lebih detail, jadi keputusannya nanti bisa produktif dan tidak merugikan ASN," terang dia.

Sementara itu, menurutnya, pengurangan eselon ini belum tentu akan berdampak pada belanja pegawai dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Hal itu bergantung apakah pemerintah nantinya akan memberikan hak yang sama kepada PNS yang berada di jabatan struktural dan fungsional.

[Gambas:Video CNN]
"Tergantung pengaruhnya, kalau jabatan struktural dipotong tapi di jabatan fungsional jumlah tunjangan tidak ditingkatkan seperti struktural ya APBN bisa hemat. Tapi dampaknya ke kesejahteraan berkurang," jelas Zudan.

Dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2020, pemerintah mematok belanja pegawai sebesar Rp416,1 triliun. Angka itu naik 10,54 persen dibandingkan APBN 2019 yang dipatok sebesar Rp376,4 triliun.

Sebagai pengingat, dalam lima tahun terakhir, jumlah belanja pegawai terlihat selalu meningkat setiap tahunnya. Pada 2015 lalu, pemerintah mengalokasikan dana untuk pos belanja pegawai sebesar Rp281,1 triliun, 2016 sebesar Rp305,1 triliun, 2017 sebesar Rp312,7 triliun, dan 2018 sebesar Rp346,9 triliun.

(sfr)

Let's block ads! (Why?)



from CNN Indonesia https://ift.tt/35JXDIG
via IFTTT

Bagikan Berita Ini

0 Response to "Pemangkasan Eselon Jokowi dan Ancaman Saling Sikut PNS"

Post a Comment

Powered by Blogger.