Search

Kebijakan OPEC Pangkas Produksi Minyak Bakal Usik Trump

Jakarta, CNN Indonesia -- Kebijakan Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) sepakat untuk memangkas produksi minyak sebanyak 1,2 juta barel per hari (bph) diprediksi memicu kemarahan Presiden AS Donald Trump.

Pasalnya, sebelumnya Trump meminta pemimpin OPEC, Arab Saudi, untuk memasok minyak lebih banyak dan membantu menurunkan harga apabila Arab Saudi ingin dukungan militer AS dalam menghadapi Iran.

OPEC akan memangkas produksinya hingga Maret 2020 mendatang. Kebijakan tersebut diambil dalam pertemuan yang digelar kemarin, Senin (1/7) waktu AS di Wina, Austria. Pemangkasan produksi ditempuh di tengah pelemahan ekonomi dunia dan melesatnya produksi minyak AS.

Reuters mencatat harga minyak mentah Brent sempat naik US$2 menjadi US$67 per barel, setelah kesepakatan perpanjangan pemangkasan produksi terkuak. Namun, di pengujung sesi, harga tersebut kembali landai ke level US$57 per barel.


Sebagai catatan, harga Brent sejak awal tahun telah menanjak 25 persen setelah AS memperketat sanksi pengurangan ekspor minyak bagi dua anggota OPEC, yakni Venezuela dan Iran.

"Arab Saudi telah mengupayakan hal terbaik agar harga minyak mencapai US$70 per barel di tengah keinginan Trump. Tetapi, mereka belum mencapai hal tersebut, meski ekspor Iran dan Venezuela turun. Penyebabnya adalah lemahnya permintaan, dan pertumbuhan minyak shale AS," tutur Analis Black Gold Investor Gary Ross, seperti dilansir Reuters, Selasa (2/7).

Sejak 2017 lalu, OPEC dan sekutunya yang dipimpin Rusia telah memangkas produksi minyaknya demi mencegah anjloknya harga di tengah melesatnya produksi minyak AS. Pada awal tahun ini, OPEC dan negara sekutunya sepakat untuk memangkas produksi minyaknya sebesar 1,2 juta bph selama 6 bulan.

"Alasan untuk memperpanjang kesepakatan selama sembilan bulan, bukan enam bulan adalah untuk meyakinkan pasar bahwa kesepakatan tetap berjalan saat menghadapi periode permintaan lemah musiman pada kuartal pertama 2020," ujar Pendiri Energy Aspect Amrita Sen.


Sementara itu, AS yang merupakan konsumen minyak dunia terbesar tidak berpartisipasi dalam kesepakatan pemangkasan itu. Lonjakan harga minyak akan membuat harga bensin menjadi lebih mahal yang akan menjadi masalah bagi Trump yang ingin mencalonkan diri kembali sebagai presiden AS tahun depan.

Negeri Paman Sam sendiri telah mengungguli Arab Saudi dan Rusia menjadi produsen minyak terbesar di dunia.

Memanasnya hubungan AS-Iran juga menambah risiko gejolak harga. Akibat pengenaan sanksi AS, ekspor minyak Iran anjlok ke level 300 ribu bph pada Juni 2019. Padahal, pada April 2018 lalu, ekspor minyak Iran mencapai 2,5 juta barel.

"Memburuknya tensi AS dan Iran menambah potensi volatilitas harga minyak yang mungkin sulit dikelola anggota OPEC," terang Wakil Kepala Minyak Makro Wood Mackenzie Ann-Louis Hittle.
[Gambas:Video CNN]
Kemudian, ketakutan akan pelemahan permintaan global akibat sengketa perdagangan AS-China menambah tantangan yang dihadapi oleh OPEC.
Sabtu (29/6) lalu, Menteri Energi Arab Saudi Khalid al-Falih menyatakan persepsinya terhadap perekonomian global makin positif usai pertemuan pemimpin negara G20.

"Ekonomi global pada paruh kedua tahun ini terlihat jauh lebih baik pada hari ini (Sabtu (29/6) dibanding pekan lalu, karena kesepakatan yang dicapai Presiden AS Trump dan Presiden China Xi Jinping terkait perdamaian perdagangan yang mereka sepakati dan dimulainya kembali negosiasi serius antara kedua negara," kata Falih.

Selanjutnya, pertemuan OPEC pada awal pekan ini akan diikuti oleh pembahasan dengan Rusia dan negara sekutu lainnya ( OPEC+) pada Selasa (2/7) di Wina, Austria.

Pada akhir pekan lalu, Rusia telah memberikan sinyal akan ikut memperpanjang kesepakatan pemangkasan produksi sebesar 1,2 juta bph atau setara dengan 1,2 persen permintaan global hingga Desember 2019 atau Maret 2020.

(sfr/bir)

Let's block ads! (Why?)



from CNN Indonesia https://ift.tt/2KT0Gaw
via IFTTT

Bagikan Berita Ini

0 Response to "Kebijakan OPEC Pangkas Produksi Minyak Bakal Usik Trump"

Post a Comment

Powered by Blogger.