
Merry Kurniati, misalnya. Perempuan yang menggeluti usaha kue di Bandung ini mengaku kecewa karena kebijakan pemerintah mengalihkan seluruh penerbangan domestik ke Bandara Kertajati. "Dengan berat hati, saya pilih ke Jakarta kalau mau terbang. Ke Jakarta 2 jam, kalau ke Kertajati 3 jam," ujarnya, Rabu (26/6).
Menurut Merry, bukan cuma soal jarak tempuh yang menjadi persoalan lepas landas dari Bandara Kertajati. Tetapi juga, ongkos dan kemudahan akses mencapai tujuan. "Kalau bepergian bawa koper besar, bawa anak, kan repot. Saya kecewa," imbuhnya dengan suara lirih.
Selama ini, ia menuturkan kerap menggunakan jasa Bandara Husein Sastranegara untuk berlibur ke Bali atau Surabaya. Rute domestik yang ditawarkan dari bandara di Bandung itu cukup beragam. Ia merasa nyaman karena jarak yang relatif dekat dengan tempatnya bermukim.
Sayang, Merry dan masyarakat Bandung lainnya harus merelakan kenyaman tersebut. Seperti halnya Aldila Aprilia (30 tahun). Wirausaha yang berdomisili di Bandung ini mengaku bakal mencari alternatif lain untuk berpergian ke luar Bandung, misalnya dengan menggunakan kereta api.
"Duh, jujur saja belum kebayang terbang dari sana (Bandara Kertajati). Soalnya, sejauh ini saya belum tahu ada transportasi penghubung dari Bandung ke Kertajati. Sepertinya kereta api bisa jadi pilihan selama tujuannya masih di Pulau Jawa," ungkap dia.
Namun, jika tak ada pilihan lain dan terpaksa terbang, ia mengaku kemungkinan akan memilih berangkat dari Bandara Kertajati ketimbang Bandara Soekarno Hatta. "Kalau ada pilihan Bandara Halim Perdanakusumah, saya pilih Halim. Kalau tidak ada, mending ke Kertajati," jelasnya.
Bukan cuma masyarakat Bandung yang menyesalkan perpindahan bandara di Jawa Barat tersebut. Zulkifli (35 tahun), asal Pekanbaru, juga mengaku kecewa karena ia selalu melakukan perjalanan pulang pergi Pekanbaru-Bandung paling tidak dua kali dalam sebulan.
Perjalanan itu dilakukannya bukan untuk berbisnis atau berlibur, melainkan menempuh pendidikan tinggi. "Memangnya benar akan dipindah semua ke Kertajati? Aduh, terus saya bagaimana dong nasibnya? Kertajati kan jauh. Tidak efektif," tutur dia terkaget-kaget.
Selain tidak efektif waktu, Zulkifli menilai akses dari dan ke Bandara Kertajati pun sulit dijangkau. Menurutnya, pengalihan bandara dari Bandung ke Majalengka menjadi persoalan baru setelah kenaikan harga tiket pesawat.
"Saya jadi punya beban double (ganda) dong. Beban waktu, dan uang. Pemaksaan ini. Seharusnya tunggu dulu sampai infrastrukturnya siap, misalnya kereta cepat, jalan tol. Selesaikan dulu itu, baru siap. Di Bandung saja selama ini transportasi umumnya jelek, apalagi di Kertajati. Konsumen dipaksa sih," tegasnya dengan suara lantang.
Seperti diketahui, pengalihan Bandara Kertajati efektif berlaku mulai 1 Juli 2019. Seluruh maskapai penerbangan mengaku siap. Setidaknya ada 56 penerbangan, meliputi 13 rute domestik yang dilayani Bandara Husein Sastranegara selama ini beralih ke Kertajati.
[Gambas:Video CNN]
Direktur Bandar Udara Kementerian Perhubungan Mohamad Pramintohadi Sukarno bilang Bandara Husein Sastranegara tidak bisa lagi mengakomodasi pertumbuhan lalu lintas udara.
Direktur PT Angkasa Pura II Djoko Murjatmodjo membenarkan. Menurut dia, Pemerintah Daerah dan masyarakat Jawa Barat tidak akan bisa maksimal menikmati manfaat yang lebih besar dari sektor pariwisata daerahnya jika masih mengandalkan Bandara Husein Sastranegara.
"Bandara Husein Sastranegara bertahun-tahun tidak berkembang. Untuk menambah landasan jadi 2.200 meter saja kami harus menebang gunung. Sementara itu, di sana juga ada lapangan tembak milik TNI," tandasnya. (bir)
from CNN Indonesia https://ift.tt/31PbDPz
via IFTTT
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Respons Masyarakat dari Bandung Diboyong ke Bandara Kertajati"
Post a Comment