
Dilansir dari Reuters, Kamis (16/5), harga minyak mentah berjangka Brent menguat US$0,53 atau 0,7 persen menjadi US$71,77 per barel.
Penguatan juga terjadi pada harga minyak mentah berjangka AS West Texas Intermendiate (WTI) sebesar US0,24 atau 0,4 persen menjadi US$62,02 per barel.
Badan Administrasi Informasi Energi AS (EIA) mencatat persediaan minyak mentah AS secara mengagetkan naik pekan lalu ke level tertinggi sejak September 2017.
Berdasarkan data EIA, stok minyak mentah AS membengkak 5,4 juta barel mengejutkan sejumlah analis yang memperkirakan stok malah akan turun 800 ribu barel.
Namun, kenaikan stok tersebut masih lebih kecil dibandingkan estimasi Institute Perminyakan Amerika (IPA) yang memperkirakan bakal melonjak 9 juta barel. Hal ini membantu mengangkat sentimen terhadap harga minyak.
Sementara, stok bensin turun sekitar 2 persen, melebihi perkiraan. Hal ini juga membantu menjaga minyak mentah berjangka.
Namun demikian, meningkatnya ketidakpastian di Timur Tengah menjadi pendongkrak utama harga minyak dunia.
"Meski persediaan minyak mentah (AS) naik lebih dari perkiraan pasar akibat tingginya impor, harga tetap ditopang oleh dinamika geopolitik di Timur Tengah," ujar Kepala Lipow Oil Associates Andrew Lipow di Houston.
Harga minyak telah mendapatkan dorongan sejak Arab Saudi pada Selasa (14/5) lalu menyatakan dua fasilitas perminyakannya diserang oleh drone peledak dua hari setelah terjadinya sabotase kapal tanker di dekat Uni Emirat Arab.
"Mengingat hampir sepertiga produksi global dan hampir semua kapasitas tersisa minyak global ada di Timur Tengah, pasar minyak sangat sensitif terhadap serangan apapun pada infrastruktur minyak di kawasan ini," ujar Bank UBS dalam catatannya.
Serangan yang terjadi dilatarbelakangi oleh tensi AS-Iran. AS telah berusaha untuk memangkas habis ekspor minyak Iran melalui pengenaan sanksi sembari memperkuat keberadaan militer AS di Negara Teluk.
Pada Rabu (15/5) kemarin, AS juga memerintahkan pegawai AS untuk meninggalkan misi diplomatiknya di Irak sebagai bentuk kekhawatiran terhadap ancaman dari pasukan pendukung Iran.
"Konflik yang cukup serius bisa terjadi dengan Iran jika mereka melakukan sesuatu terhadap tentara AS di kawasan tersebut dan itu akan mengerek harga minyak," ujar Ahli Strategi Komoditas Senior RJO Futures John Graves di Chicago.
Namun demikian, Pimpinan Ritterbusch & Associates Jim Ritterbusch menilai konflik tersebut bisa menekan harga jika itu memicu Arab Saudi untuk meningkatkan pasokannya mengingat banyaknya kapasitas tak terpakai yang dimilikinya.
Ritterbusch juga mengingatkan gangguan terhadap pasokan dapat memicu AS untuk meningkatkan produksi.
Badan Energi Internasional (IEA) menyatakan dunia hanya memerlukan tambahan minyak yang sangat kecil dari Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) tahun ini. Pasalnya, lonjakan produksi AS akan mengimbangi turunnya ekspor dari Iran dan Venezuela.
Lebih lanjut, IEA juga memangkas proyeksi pertumbuhan permintaan minyak global untuk 2019 sebesar 90 ribu bph menjadi 1,3 juta bph. (sfr/agi)
from CNN Indonesia http://bit.ly/2HkddR2
via IFTTT
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Panasnya Tensi di Timur Tengah Dongkrak Harga Minyak Dunia"
Post a Comment