
Maklum, uang senilai Rp500 juta yang ia percayakan kepada Jiwasraya tak jelas nasibnya. Padahal, sepeninggal sang suami, dana tersebut menjadi tumpuan Ida dan anak-anaknya untuk menyambung kehidupan. Tak heran, jika ibu dari tiga anak tersebut meminta pemerintah bertanggung jawab.
Toh, keputusannya menempatkan uangnya di Jiwasraya karena perusahaan asuransi jiwa itu dimiliki oleh negara. Ia meyakini negara tak mungkin mengkhianati kepercayaan warganya sendiri. Sayangnya, fakta yang terjadi tidak demikian.
"Sadarkah pemerintah? Bahwa akibat perbuatan mereka saya kehilangan waktu, tenaga, biaya, dan yang paling utama saya kehilangan masa depan, masa depan saya tidak jelas mau kemana. Saya mau apa, uang saya tidak ada, anak-anak saya juga mau melanjutkan pendidikan dananya tidak ada, jadi disini pemerintah bener-bener menipu saya," ucapnya. Belakangan, permasalahan Jiwasraya memang menyedot perhatian khalayak. Ibarat puncak gunung es, gagal bayar klaim Jiwasraya adalah akumulasi dari berbagai persoalan di belakangnya. Mulai dari kesalahan penempatan instrumen investasi, dugaan praktik korupsi, pelanggaran good corporate governance (GCG) manajemen lama, produk risiko tinggi, kinerja keuangan tertekan krisis 1998, dan lainnya.
Akibatnya, ekuitas perusahaan asuransi jiwa pertama di Indonesia itu minus Rp27,24 triliun pada akhir 2019 lalu. Untuk menyehatkan kembali Jiwasraya membutuhkan dana sebesar Rp32,89 triliun. Perseroan juga memiliki tunggakan klaim jatuh tempo dalam jumlah fantastis, yaitu Rp16 triliun.
Meski 15 bulan berlalu tanpa kejelasan, Ida tak berhenti mencari asa. Ia bersama 50 orang nasabah lainnya yang tergabung dalam Forum Korban Gagal Bayar Asuransi Jiwasraya mendatangi kantor Kementerian Keuangan untuk bertemu langsung dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani. Harapannya, bendahara negara memiliki solusi atas permasalahan mereka.
Satu per satu nasabah mulai meramaikan lobi Gedung Djuanda I Kementerian Keuangan pada Kamis (6/2) pukul 09.00 WIB. Gerimis pun tak menyurutkan langkah mereka untuk memperjuangkan haknya.
Mereka bertekad menyampaikan selembar surat yang berisi tuntutan pembayaran polis jatuh tempo ke tangan Sri Mulyani. Kedatangan mereka diterima oleh Kepala Bidang Program dan Administrasi Menteri Kementerian Keuangan Darmawan. Akan tetapi, informasi yang disampaikan Darmawan justru mengecewakan para nasabah sebab Sri Mulyani tak dapat ditemui lantaran terkendala jadwal padat sang menteri.Tetapi, hal tersebut tidak menyurutkan tekad bulat mereka untuk bertatap muka dengan Sri Mulyani. Nasabah pun rela menunggu di lobi hingga dua jam. Setelah dua jam menunggu, tepatnya pukul 11.00 WIB mereka akhirnya luluh dan menitipkan surat tersebut kepada Darmawan untuk diserahkan kepada bendahara negara.
"Kami mendapat informasi akan ada surat yang disampaikan kepada pimpinan kami, untuk hal tersebut kami akan menerima dengan terbuka surat tersebut. Kami akan memastikan surat yang bapak ibu sampaikan akan diberikan kepada pimpinan kami," ujar Darmawan.
Nasabah yang datang sempat berdiskusi dengan Darmawan di sebuah ruangan serta disaksikan langsung oleh awak media. Pada Darmawan, nasabah menyampaikan seluruh keluh kesahnya. Namun, tak ada solusi maupun jawaban yang dapat diberikan oleh Darmawan karena ia sendiri tak memiliki kapasitas. Ia hanya bisa berjanji meneruskan surat dan keluhan nasabah kepada Sri Mulyani.
"Terkait hal lain kami tidak memiliki kapasitas. Kalau ada hal lain akan kami catat dan kami sampaikan kepada pimpinan kami," ujarnya.Sri Mulyani pun memberikan tanggapan singkat atas kunjungan nasabah tersebut. Ditemui di Istana Kepresidenan, Jakarta, Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu hanya melontarkan komentar singkat.
"Aku belum ke sana," ujar Sri Mulyani.
Meski tak sesuai harapan, para nasabah tetap melanjutkan perjuangan mereka menyambangi kantor Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bidang pengawasan Industri Keuangan Non Bank (IKNB) di bilangan Gatot Subroto, Jakarta Selatan. Ironisnya, perlakuan berbeda diterima nasabah saat bertemu dengan regulator jasa keuangan tersebut. Kedatangan mereka sempat dihalau oleh petugas keamanan gedung.
"Kami tidak dijanjikan bertemu siapa-siapa, kami diundang, kami dihalangi. Tadi pas sampai di sini tidak boleh masuk," ujar salah satu nasabah Muhammad Feroz.
Usai berdebat panjang, mereka akhirnya diperbolehkan bertemu dengan OJK. Itu pun hanya lima orang nasabah yang dapat naik ke lantai 12 untuk menyampaikan maksud kedatangan mereka. Pertemuan mereka berlangsung kurang lebih tiga jam sejak pukul 13.30 WIB hingga 16.30 WIB.Kedatangan mereka diterima oleh Deputi Direktur Pengawasan Asuransi OJK I Wayan Wijana. Lagi-lagi, perwakilan OJK itu hanya bisa menampung keluhan nasabah tanpa memberikan jawaban pasti karena tak memiliki kewenangan menjawab.
"Kami bertemu Pak Wayan salah satu deputi komisioner, dia hanya mendengar saja tidak memberi jawaban," ungkap salah satu nasabah, Haresh Nandwani.
Mewakili nasabah lainnya, Haresh menilai OJK sebagai regulator jasa keuangan tidak profesional dalam menjalankan tugasnya sebagai pengawas jasa keuangan sekaligus pelindung nasabah. Ia mendesak OJK dapat menemukan solusi pengembalian dana nasabah.
"Kalau mereka dulu mengawasi, mereka tadi mengakui dari tahun 2013 mereka tahu Jiwasraya rugi tidak sehat, kalau sudah tahu ngapain diizinkan menjual produk baru ini. Sama juga mereka terlibat menjual produk yang busuk," ujarnya.Kepada OJK, mereka juga melayangkan surat yang ditujukan langsung kepada Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso. Surat tersebut berisi permintaan audiensi dengan OJK karena regulator tak kunjung mengabulkan permintaan audiensi mereka sebelumnya.
Kali ini, awak media tak diperbolehkan mengikuti pertemuan dengan OJK. CNNIndonesia.com telah menghubungi Juru Bicara OJK Sekar Putih Djarot untuk meminta tanggapan atas pertemuan tersebut, namun yang bersangkutan belum menjawab.
Sebetulnya, upaya nasabah untuk bertatap muka langsung dengan menteri atau otoritas terkait bukan kali pertama terjadi. Sebelumnya, kurang lebih 15 nasabah menyambangi Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) pada Desember 2019 lalu.
Tetapi, mereka juga pulang dengan tangan kosong karena tidak ada satu pun pejabat di kementerian yangdikomandaniErickThohir tersebut mau keluar dan menemui mereka. Kala itu, mereka telah menunggu lebih dari dua jam dan hanya berhasil bertemu kepala keamanan atau satpam Kementerian BUMN. Lalu, pemerintah menelantarkan nasabah dan membiarkan mereka pulang dengan tangan kosong.
(age)from CNN Indonesia https://ift.tt/3bkoIF6
via IFTTT
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Mencari Asa, Nasabah Jiwasraya Pulang dengan Tangan Hampa"
Post a Comment