
"Industri tekstil ini betul-betul nggak ada yang memperjuangkan. Di hulu hancur, di hilir hancur. Banyak sekali regulasi, seolah-olah industri tekstil dihukum karena menjadi salah satu pelaku pencemaran Sungai Citarum," ujarnya di Kantor Trans Media, Kamis (25/7).
Makanya, regulasi yang ada banyak datang dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Regulasi yang dimaksud, antara lain tentang peningkatan ambang batas kadar limbah yang boleh dilepas oleh industri tekstil.
Dibandingkan negara-negara lain, sambung Faisal, regulasi di industri tekstil nasional bahkan termasuk yang terbanyak dan paling ketat. Terkait ambang batas kadar limbah, misalnya, yang diterapkan di Indonesia lebih tinggi ketimbang negara lain.
"Salah satu kendala besar adalah banyak sekali regulasi, mulai dari yang kecil-kecil hingga yang besar. Ada 70 regulasi di industri tekstil. Wajar, mereka (pelaku industri) ngos-ngosan," terang dia.Belum lagi, aturan pemerintah terkait penerapan Pajak Penghasilan (PPh). Pajak tersebut dibayar di muka, yang dua kali lebih tinggi. "Ini kan membebani, jadi masalah cashflow (arus kas) sendiri," imbuhnya.
Ditambah lagi, kehadiran Pusat Logistik Berikat (PLB) yang didorong pemerintah disinyalir menjadi sarang masuknya produk tekstil impor.
Ironisnya lagi, PLB bahkan ikut menjual barang secara eceran. "Coba cek ke Bandung (PLB) itu di sana beli sapu tangan dua biji saja bisa," tandasnya.
[Gambas:Video CNN]
(bir)
from CNN Indonesia https://ift.tt/2LHhS2T
via IFTTT
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Industri Tekstil Babak Belur Dihujani Regulasi"
Post a Comment